Suami Kasar dan Dzalim, Ini Yang Harus Dilakukan Istri

0
1005

Assalamu’alaykum. Pak Ustadz, saya sudah berumah tangga lebih dari 5 tahun dan dikaruniai 2 anak. Awalnya suami sangat baik dan perhatian namun sejak di PHK 3 tahun lalu ia menjadi temperamen dan mudah marah. Sejak saat itu ia tidak bekerja lagi dan saya yang terpaksa bekerja. Saya ikhlas yang bekerja namun ia suka marah-marah dan memaki bahkan berlaku kasar. Awalnya saya coba bertahan demi anak-anak namun rasanya saya sudah tidak tahan lagi. Saya merasa sakit fisik juga batin. Saya pernah minta cerai namun ia malah mengancam saya dan anak-anak. Apakah kalau saya dan anak-anak pergi dari rumah dianggap durhaka? Mohon nasihatnya pak ustadz apa yang harus saya lakukan agar saya tidak disebut istri dzalim. Terima kasih ( Cie via fb )
 
 
 
 
Wa’alaykumsalam ww. Bapak ibu dan sahabat-sahabt sekalian yang dirahmati Allah. Apabila suami tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya, seorang istri bisa mengakhiri pernikahannya dengan mengajukan tuntutan khulu’ atas suaminya melalui pengadilan di dalam wilayah hukum si wanita.
 
 
Ketentuan atau dasar hukum istri bisa gugat cerai ini bisa dilihat atau dibaca dalam buku nikah, biasanya ada dihalaman belakang buku nikah. Dalam buku tersebut ada sighat taklik seorang suami kepada istrinya.
 
 
Biasanya sighat taklik ini dibaca suami pada saat nikah atau setelah ijab qabul dilakukan. Isinya bahwa seorang suami berjanji dengan sesungguh hati akan menapati kewajibannya sebagai seorang suami. Kemudian sighat taklik kepada istrinya sewaktu-waktu sebagai berikut,

  1. Meninggalkan istri dua tahun berturut-turut,
  2. Atau tidak memberi nafkah wajib kepada istri tiga bulan lama,
  3. Atau menyakiti badan / jasmani istri
  4. Atau membiarkan ( tidak mempedulikan) istri enam bulan lamanya, kemudian istri tidak ridho dan mengadukan halnya kepada Pengadilan Agama dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan tersebut dan istri membayar uang sebesar Rp.10.000, sebagai iwadh ( pengganti) kepada suami, maka jatuhlah talak satu suami kepada istri.

 
Khulu’ secara bahasa artinya menanggalkan dan melepaskan. Khulu’ merupakan cara yang ampuh untuk melepaskan ikatan perkawinan yang datangnya dari pihak istri dengan kesediaannya mengembalikan mas kawin yang pernah diterima dari suaminya.
 
 
Khulu’ sebagai salah satu jalan keluar dari kemelut rumah tangga yang diajukan oleh pihak istri didasarkan pada firman Allah Swt. dalam surat Al Baqarah ayat 229 yang artinya,
 
…………..فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ……………….
“….Jika kamu khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, keduanya tidak berdosa apabila istri mengembalikan mahar yang pernah diterimanya sebagai tebusan dirinya………”
 
 
Alasan lain yang dikemukakan oleh ulama adalah sabda Rasulullah Saw. dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban tentang kasus istri Sabit bin Qais yang mengadukan perihal suaminya kepada Rasulullah Saw. Setelah Rasulullah Saw. mendengar seluruh pengaduan tersebut, Rasulullah Saw. bertanya, “Maukah kamu mengembalikan mas kawinya?” Istri Sabit menjawab, “Mau.” Lalu Rasulullah Saw. berkata kepada Sabit bin Qais, “Ambillah kembali kebun engkau dan ceraikanlah ia satu kali.”
 
 
Berdasarkan hadis ini, disunahkan seorang suami mengabulkan permintaan istrinya. Tuntutan khulu’ tersebut diajukan istri karena ia merasa tidak akan terpenuhi dan tercapai kebahagiaan di antara mereka, seperti yang diungkapkan oleh istri Sabit bin Qais dalam riwayat tersebut, yakni,
 
 
“Saya tidak mencelanya karena agama dan akhlaknya, tetapi saya khawatir akan muncul suatu sikap yang tidak baik dari saya disebabkan pergaulannya yang tidak baik.”
 
 
Alasannya adalah pergaulannya yang tidak serasi dengan suaminya. Agar keadaan tersebut tidak berlarut-larut sehingga dapat menjerumuskan rumah tangga mereka pada keadaan yang tidak diinginkan Islam, istri Sabit melihat lebih baik mereka bercerai.
 
 
Dalam keadaan seperti itu, menurut Ibnu Qudamah, ahli fikih Mazhab Hambali, keduanya lebih baik bercerai. Akan tetapi, jika istri tidak memiliki alasan yang jelas, ia tidak boleh mengajukan khulu’, karena Rasulullah Saw. mengingatkan dalam sabdanya,
 
 
Wanita mana saja yang menuntut cerai pada suaminya tanpa alasan, diharamkan baginya bau surga.” (H.R. Bukhari, Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah).” (HR. Bukhari, Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah).
 
 
Menurut ulama fikih, penyebab terjadinya khulu’ antara lain adalah munculnya sikap suami yang meremehkan istri dan enggan melayani istri hingga senantiasa membawa pertengkaran. Dalam keadaan seperti ini, Islam memberikan jalan keluar bagi rumah tangga tersebut dengan menempuh jalan khulu’. Inilah yang dimaksudkan Allah Swt. dalam firman-Nya pada surat An-Nisā’ ayat 128 yang artinya,
 
………….وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا
 
“Jika seorang wanita khawatir suaminya berlaku nusyūz atau bersikap tidak acuh, keduanya dapat mengadakan perdamaian yang sebenarnya dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka…”
 
 
Perdamaian dalam ayat ini dapat dilakukan dengan mengakhiri hubungan suami-istri melalui perceraian atas permintaan istri dengan kesediaannya membayar ganti rugi atau mengembalikan mahar yang telah diberikan ketika akad nikah berlangsung.
 
 
Jadi, apabila istri dizalimi suami, misalnya sering dipukuli, tidak diberi nafkah lahir atau batin, istri bisa mengajukan khulu’ kepada suaminya dengan cara mengembalikan maskawin yang pernah Anda  diterimanya.
 
 
Kalau suami sudah sering berbuat kasar yang masuk dalam kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) maka Anda bisa melaporkan kepada pihak yang berwajib misalnya kepolisian atau komisi perlindungan anak dan perempuan. Sebab, KDRT bisa masuk tindakan criminal apalagi sampai melukai badan atau fisik seorang istri.
 
 
Sebab yang namanya kedzaliman itu harus dihindari dan dicegak. Cara menghindari dan mencegak suami dzalim kepada istri dengan menasihati. Namun jika cara ini sudah tidak bisa maka opsi terakir adalah mengakhiri pernikahan. Tujuannya agar suami tidak terus menerus berbuat dzalim.
 

BACA JUGA: Istri Minta Cerai ? Penuhi Dulu Ini Syaratnya

 
Jadi sekali lagi saran saya, kalau suami sudah tidak bisa dinasihati atau tidak bisa berubah maka untuk mencegak ia terus berbuat dzalim adalah dengan bercerai. Tentu ini pilihan berat dan pilihan terakhir karena tidak ada lagi solusi bagi suami yang demikian. Demikian penjelasannya semoga bermanfaat.
 
 
Nah, terkait bahasan membangun rumah tangga yang sakinah,mawadah dan penuh rahmah termasuk didalamnya bagaimana mengajak suami atau istri dalam kebaikan, Anda dan sahabat-sahabat sekalian bisa membaca buku saya yang berjudul “MEMBINGKAI SURGA DALAM RUMAH TANGGA”. Didalamnya juga  ada tips dan trik bagaimana mengajak pasangan bersama-sama dalam ibadah, termasuk dalam ibadah shalat-shalat sunnah  . Wallahu’alam bishshawab. [ ]
 
5
Editor: iman
Ilustrasi foto: pixabay
790

Sampaikan pertanyaan Anda melalui alamat email:  [email protected]  atau melalui Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam/ .
 

Follow juga akun sosial media percikan iman di:

Instagram : @percikanimanonline

Fanspages : Percikan Iman Online

Youtube : Percikan Iman Online

Twitter: percikan_iman

 
Wallahu A’lam.