Musibah Terbesar Itu Melalaikan Alquran, Ini Alasannya

0
726

 

PERCIKANIMAN.ID – – Bagi sebagian orang menderita sakit tak kunjung sembuh adalah musibah terbesar karena karena buat hidup jika tidak sehat. Sebagian lain menganggap ditinggal orang tercinta atau kehilangan harta benda adalah musibah terbesar karena merasa sia-sia belaka bekerja sekian puluh tahun dan hanya mendapati harta hilang begitu saja.

 

 

 

 

Ada ragam musibah yang dimaknai setiap orang dengan berbagai tanggapan. Namun sebagai seorang muslim tentu musibah terbesar adalah hidup tanpa memiliki akidah tauhid dan meninggal  tanpa iman karena keduanya yang akan menentukan kebahagian dunia akhirat.

 

 

 

Selain itu menutur ulama besar Imam Al Ghazali menerangkan masih adanya musibah besar. Bahkan, musibah ini lebih besar dibandingkan musibah-musibah lain yang umumnya ditangisi manusia. Musibah paling besar tersebut adalah lalainya manusia dari makna Al-Qur’an.

 

 

 

 

Membaca Al Qur’an, namun sekedar mengeja huruf-hurufnya. Membaca Al Qur’an, namun sekedar membunyikan kalimat demi kalimatnya. Sekedar suara yang keluar dari lisan, tidak masuk ke hati, bahkan tidak melewati kerongkongan. Tidak mengerti artinya, sehingga tidak ada perbedaan perasaan ketika membaca satu ayat dengan ayat lainnya. Tidak mengetahui maknanya, sehingga tidak ada perubahan suasana jiwa ketika membaca ayat-ayat yang menerangkan nikmat dan ayat-ayat yang menerangkan adzab.

 

 

 

Tentu, membaca Al-Qur’an lebih baik daripada sama sekali tidak pernah menyentuhnya. Orang yang membaca Al-Qur’an lebih baik daripada orang yang lisannya tak pernah basah dengan ayat-ayat-Nya. Namun membaca Al-Qur’an sekedar membaca, belumlah cukup bagi hambaNya. Sebab hanya membaca tanpa memahami tak ubahnya seperti abai.

 

 

 

 

Rasul berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah mengabaikan Al-Qur’an ini.” (QS. Al Furqon : 30)

 

 

 

 

Bagaimana mungkin kita akan mengacuhkan Al-Qur’an jika kita tidak mengerti artinya. Sebagaimana kita tidak bisa mentaati rambu-rambu jika tidak mengetahui maksudnya.

 

 

Bagaimana mungkin kita akan mengacuhkan Al-Qur’an jika kita tidak memahami apa isinya. “Mereka tak mengacuhkannya serta tak menjadikannya sebagai pedoman kehidupan,” terang Sayyid Qutb dalam Fi Zhilalil Qur’an, “Padahal Al-Qur’an itu datang agar menjadi manhaj kehidupan yang menuntun mereka ke jalan yang paling lurus.”

 

 

Para sahabat Nabi mencontohkan bagaimana mereka menjadikan Al-Qur’an laksana instruksi panglima militer kepada prajuritnya. Mereka memahami instruksi itu dengan baik dan segera mematuhinya. Saat membaca Al-Qur’an, nuansa hati mereka juga terbawa dalam setiap makna. Maka tak heran jika mereka menangis saat membaca dan mentadabburinya.

 

 

“Disukai menangis ketika membaca Al-Qur’an,” simpul Al Ghazali, “Caranya adalah memenuhi hati dengan rasa sedih dan takut dengan menghayati kandungannya baik berupa ancaman atau janji-janji. Kemudian memperhatikan kelalaian atas semua itu. Jika hatinya tak mampu mendatangkan ras sedih, hendaklah ia menangis karena kehilangan hal itu dan menyadari bahwa itu merupakan musibah yang paling besar.”

 

Perlu kita pahami bahwa Al-Qur’an seperti yang dijelaskan Sunnah Rasulullah Saw adalah satu-satunya sumber keberkahan dan keselamatan hidup kita di dunia dan akhirat. Sebab itu, Al-Qur’an harus kita jadikan sebagai kebutuhan pokok dalam menjalani kehidupan di dunia yang sementara ini. Al-Qur’an kita jadikan nafas dan nyawa kita.

 

 

 

 

Tanpa Al-Qur’an, kita bagaikan bangkai-bangkai yang berjalan. Tanpa Al-Qur’an, kita adalah makhluk yang tidak berguna dan bahkan makhluk yang paling hina di mata Allah dan mendapatkan ancaman dan siksaan yang sangat berat dari-Nya sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya.

 

 

 

 

Untuk membuktikan bahwa Al-Qur’an adalah kebutuhan pokoh hidup dan kehidupan dan kunci keberkahan dan keselamatan hidup kita, maka yang pertama yang harus kita lakukan adalah mengimani/meyakini kebenarannya dengan sepenuh hati, tanpa ragu sedikitpun kendati sebesar zarrah. Kemudian kita baca Al-Qur’an itu setiap hari dengan tartil.

 

 

 

 

 

Diteruskan dengan memahami dan mentadabburkan isinya dengan baik dan maksimal. Kita teruskan dengan mengamalkan perintahnya dan meninggalkan larangannya secara bertahap. Kita jadikan kisah berbagai kaum dan umat manusia yang Allah musnahkan sebelum kita, sejak dari kaum Nuh yang ditenggelamkan banjir raksasa, Fir’aun dan balatentaranya yang dibenamkan di laut merah sampai Abu Lahab yang berasal dari Mekkah, sebagai pelajaran yang amat berharga.

 

 

 

 

 

Kita jadikan pula kisah tipu daya Iblis dan setan terhadap manusia sejak Nabi Adam dan istrinya Hawa ketika mereka berada di syurga sampai berbagai kisah tipu daya Iblis dan setan lainnya terhadap manusia di dunia, sebagai pelajaran yang sangat berharga dalam upaya membentengi diri dari godaan dan tipu daya hawa nafsu dan setan yang bersemayam dalam diri kita.

 

 

 

 

Kita jadikan perjalanan hidup para nabi dan rasul (siratul anbiyak wal mursalin) yang Allah ceritakan di dalam Al-Qur’an, khususnya Nabi kita Muhammad Saw bersama para Sahabatnya yang mulia sebagai acuan dan standarisasi hidup dan membangun gaya hidup (life style) kita.

 

 

 

 

Kemudian, kita pelajari isyarat dan paparan berbagai llmu pengetahuan seperti ilmu alam terkait penciptaan langit, bumi, manusia, pergantian siang dan malam dan ilmu-ilmu lain terkait humaniora sebagai fakta ilmiyah untuk memperkuat keimanan dan keislaman kita serta memanfaatkannya untuk kebaikan umat manusia. Wallahu’alam.[]

 

 

Red: ahmad & fatih

Editor: iman

Ilutrasi foto: pixabay

Follow juga akun sosial media percikan iman di:

Instagram : @percikanimanonline

Fanspages : Percikan Iman Online

Youtube : Percikan Iman Online