Kisah Didin Saepudin Marbot Masjid Baitul Atiq
PERCIKANIMAN.ID – – Menjadi marbot atau penjaga dan pengurus masjid memang bukan pekerjaan istimewa, namun menyimpan beragam inspirasi dan kisah tersendiri bagi yang menekuninya. Selain itu menjadi marbot juga mampu mengubah perilaku positif bagi yang menjalaninya, misalnya dulu tidak atau jarang shalat namun setelah menjadi marbot menjadi rajin ibadah shalat bahkan senantiasa berjamaah.
Itu pula seperti yang dialami Didin Saepdudin, seorang marbot di Masjid Baitul Atiq yang beralamat di Jalan Ciroyom IV RT 08/07 Kelurahan Ciroyom, Kecamatan Andir, Kota Bandung. Awalnya Didin yang biasa disapa Pudin ini, adalah seorang pekerja yang jadi kuli bangunan saat pembangunan masjid yang bersangkutan selama beberapa bulan.
Setelah pembangunan itu selesai, ia ditawari pihak panitia pembangunan untuk menjadi marbot disitu. Pudin pun menerima tawaran tersebut, sebab baginya menjadi marbot itu pekerjaan mulia, bukan sekedar urusan pekerjaan dan materi semata itu tapi lebih dia sangat ingin mendapatkan pahala yang berlipat dan taat beribadah.
“Ya saat itu masjid selesai bulan Mei 2017 dan saya ditawari jadi marbot dan kala itu langsung diterima karena saya tertarik melakukan pekerjaan itu,” terang Pudin mengingat.
Menjadi marbot semakin memotivasinya untuk hidup sesuai aturan dan perintah agama yang sesungguhnya. Diakui Pudin profesi marbot justru memberikan jalan hidayah dan membuatnya jadi semakin dekat dengan Allah.
Ini diakui Pudin sendiri, dimana selama puluhan tahun ia tak pernah melaksanakan ibadah shalat sekali pun termasuk saat Ramadhan dimana semangat ibadah meningkat. Namun sejak menjadi marbot ia pun menjadi rajin melaksanakan shalat berjamaah setiap waktunya telah tiba.
“Inilah salah satu anugerah yang terindah dalam hidup saya karena menjadi bisa dan biasa melaksanakan shalat tepat waktu serta berjamaah. Dulu, dengar adzan saja saya malah pura-pura nggak dengar dan tak ada sedikit pun keinginan untuk melaksanakan shalat,” kenang Pudin.
Tugas marbot di masjid tersebut, kata Pudin ia biasanya bersih-bersih kaca, menyapu lantai dan mengepel lantainya atau juga membersihkan bagian halaman depan masjid. Menurutnya, ia biasanya datang ke masjid sebelum orang-orang datang pada saat Shalat Subuh dan ia pulang usai melaksanakan Shalat Isya dan mengunci masjid tersebut.
Biasanya pekerjaan semakin meningkat bila tiba pelaksanaan Shalat Jumat karena ia pun harus menghamparkan karpet dan juga usai Shalat Jumat ia biasanya membantu bagian bendahara menghitung kencleng.
“Pokoknya saya menikmati pekerjaan itu karerna biar pun ringan tetapi berlimpah pahala. Perlu saya jelaskan saya jadi marbot tak sekedar mengejar uang semata walau pun sangat dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari, tetapi jadi marbotkan ibadah kepada Allah juga jadinya apapun pekerjaan yang dilakukan bagi saya hal itu selalu ringan. Ukuran masjid yang tidak terlalu besar walau pun dua lantai, itulah yang membuat saya begitu mudah melakukan pekerjaan sebagai marbot,” urainya.
Pudin ia mengakui mendapatkan uang sebesar empat ratus ribu rupiah sebagai gaji menjadi marbot itu setiap bulannya. Kata Pudin uangnya justru dikumpulkan untuk persiapan menikah jika ia mendapatkan jodoh lagi dan itu disimpan di ayah kandungnya.
Ternyata di luar jadi marbot, Pudin adalah tipikal orang yang tidak membuang kesempatan. Nah menurutnya jika ada orang misalnya menyuruh membuang berangkal ia pun mau melakukannya dan rupanya ia pun punya kemampuan menjadi supir hingga ia pun disuruh mengantar siapa pun keluar kota diterima juga baik mengantar barang atau mengantar orang.
“Ya apa pun pekerjaan yang penting halal maka akan saya lakukan,” tegasnya mantap.
Rupanya, baik Panitia Pembangunan Majid Baitul Atiq dan DKM-nya rupanya telah mempersiapkan sebuah tempat untuk sang marbot dalam bentuk kamar. Kata Pudin, semua itu mungkin belum terealisasi karena dananya belum ada karena tahun kemarin ituf okus pada pembangunan masjid terlebih dahulu.
Baginya itu tak menghalangi dirinya untuk tetap menjadi marbot karena ia saat ini bisa tidur di rumah kakaknya. Begitu pula dalam soal pekerjaan, jadi marbot itu katanya ada waktunya makanya ia pun bisa melakukan pekerjaanlain. Nah jika waktunya santai maka ia fokuskan kepada pekerjaan marbot itu.
“Uang daripekerjaanselainmarbotitukanbuatmakansehar-harikarenagajimarbot kan sudah saya bilang ditabung untuk kebutuhan menikah. Tetapi terus terang marbot itu pekerjaan yang mengasyikkan dan insya Allah saya takkan meninggalkannya,” ujar Pudin kemudian.
Selain itu, Pudin pun mengakui jika selain gaji marbot yang ia terima setiap bulannya juga ia pun sering kali menerima uang dari jamaah masjid atausiapa pun yang peduli kepada dirinya. Pudin merasa bersyukur dengan hal itu tetapi ia sesungguhnya tak berharap mendapat uang itu tetapi jika ada orang memberi rezeki apakah mesti menolaknya.
Pudin sekali lagi, jadi marbot walau pun hanya baru satu tahun namun ia merasakan seperti telah bercengkerama dengan masjid begitu lama. Pudin menyadari dengan Masjid Baitul Atiq ini ia merasakan hati yang tenang dan bisa tekun beribadah disetiap kesempatan.
“Saya bersyukur kepada rekan-rekan panitia dan DKM yang telah memberi kesempatan menjadi marbot karena membuat saya menjadi semakin dekat dengan Allah,” jelasnya.
Pudin walau pun hanya sebagai marbot tetapi ia memandang pekerjaan itu adalah pekerjaan mulia yang tak bisa dipandang sebelah mata. Pudin yakin setiap apa saja yang dilakukan dengan keikhlasan maka buahnya akan terasakan manis sepanjang hidup.
“Doakanya kang biar saya istiqomah melakukan pekerjaan marbot ini,” begitu kata Pudin menutup obrolan dalam kesempatan itu. [seperti dikisahkan kepada: Deffy Ruspiyandy ]
5

Red: admin
Editor: iman
Foto: deffy
870
Follow juga akun sosial media percikan iman di:
Instagram : @percikanimanonline
Fanspages : Percikan Iman Online
Youtube : Percikan Iman Online