Membuka Pintu-Pintu Kebaikan

0
602

 

Oleh: Tate Qomaruddin*

 

 

PERCIKANIMAN.ID – – Pada suatu hari Rasulullah Saw terlihat bersama para sahabatnya tengah bercengkrama ,dalam kesempatan tersebut Rasullah mengajukan pertanyaan tentang pintu-pintu kebaikan sekaligus jawaban. Perbincangan terekam dalam sebuah hadis sebagai berikut:

 

 

ثمَّ قالَ : (( ألا أَدُلُّكَ على أبوابِ الخير ؟ الصَّومُ جُنَّةٌ ، والصَّدقَةُ تُطْفِئُ الخَطيئَةَ كَما يُطفئُ الماءُ النارَ ، وصَلاةُ الرَّجُلِ مِنْ جَوفِ اللَّيلِ ، ثمَّ تلا : { تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ } حتَّى بَلَغَ : { يَعْمَلُوْنَ }…ثُمَّ قَالَ « أَلاَ أُخْبِرُكَ بِرَأْسِ الأَمْرِ كُلِّهِ وَعَمُودِهِ وَذِرْوَةِ سَنَامِهِ ». قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ.

قَالَ « رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ ». ثُمَّ قَالَ « أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ ». قُلْتُ بَلَى يَا نَبِىَّ اللَّهِ قَالَ فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ قَالَ « كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا ». فَقُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ فَقَالَ « ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِى النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ. رواهُ الترمذيُّ ، وقال : حَديثٌ حَسنٌ صَحيحٌ .

 

“Kemudian Rasulullah Saw. mengatakan, ‘Inginkah engkau aku tunjukkan pintu-pintu kebaikan? Shaum adalah tameng, shadaqah menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api, dan shalat seseorang di tengah malam (seraya Beliau membacakan ayat ‘Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezeki yang Kami berikan. Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.(Q.S. As-Sajdah [32]: 16-17)). Kemudian Rasulullah Saw. mengatakan, ‘Inginkah engkau aku beritahu tentang kepala segala urusan, tiangnya dan puncaknya?’ Aku menjawab, ‘Ya, wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Kepala segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad.’ Rasulullah Saw. mengatakan lagi, ‘Inginkah engkau aku beritahukan  apa yang memperkuat itu semua?’ Aku menjawab, ‘Ya, wahai Nabi Allah.’ Maka Rasulullah Saw. memegang lidahnya seraya mengatakan, ‘Tahanlah (peliharalah) ini (lidah) olehmu.’ Aku mengatakan, ‘Wahai Nabi Allah, akankah kita dibalas gara-gara omongan yang kita ucapkan?’ Rasulullah Saw. menjawab, ‘…Tidaklah manusia dibenamkan  ke dalam neraka, dimulai dengan wajah mereka atau lubang hidung mereka, melainkan buah dari lidah mereka?’” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan dia menyatakan hadits ini hasan)

 

Setelah Rasulullah Saw. menjelaskan hal-hal  pokok yang dapat mengantarkan seseorang ke surga dan menjauhkannya dari neraka, Beliau menyampaikan hal-hal yang menyempurnakan itu semua. Beliau menyebutnya ‘abwabul-khair’ (pintu-pintu kebaikan). Ini menunjukkan dua hal. Pertama, bahwa setelah melaksanakan ibadah-ibadah wajib, sebaiknya seorang hamba menyempurnakannya dengan ibadah-ibadah sunah. Dalam hadits lain Rasulullah Saw. menegaskan,

 

“Seorang hamba terus-menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah nafilah (sunnah) hingga Aku mencintainya. Maka jika Aku mencintainya, Akulah pendengarannya yang dengannya ia mendengar. Akulah penglihatannya yang dengannya ia melihat. Akulah tangannya yang dengannya ia memukul. Dan Aku menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan. Jika ia meminta pada-Ku maka niscaya Aku memberinya dan jika ia berlindung kepaa-Ku niscaya Aku melindunginya.” (H.R. Al-Bukhari)

 

Kedua, tiga hal yang disebutkan oleh Rasulullah Saw. yakni shaum (sunah), sedekah, dan shalat malam adalah pintu kebaikan. Jika kita melewati pintu maka pasti kita akan berada pada yang ada di balik pintu itu. Jika kita memasuki pintu rumah, maka kita akan berada di dalam rumah. Bila kita memasuki pintu mesjid, maka kita akan berada di dalam mesjid. Jadi, jika kita memasuki (melaksanakan) pintu-pintu kebaikan, maka kita akan senantiasa berada dalam kebaikan.

 

Manusia bergelut dengan berbagai persoalan dalam kehidupannya. Ia bertempur dengan segala godaan, rayuan, dan provokasi. Bagaimana ia bisa keluar sebagai pemenang dari pertarungan itu? Ia harus memiliki senjata dan pelindung. Pelindungnya adalah shaum. Dengan shaum ia melindungi diri dari tarikan-tarikan setan dan menjadi orang yang memiliki daya tahan mental, sabar, serta kuat menghadapi segala tantangan. Bukan hanya di dunia, shaum juga merupakan pelindung di hari akhirat dari siksa api neraka. Rasulullah Saw. bersabda,

 

Shaum adalah tameng dan benteng yang kokoh dari api neraka.” (H.R. Ahmad)

 

Dalam pergulatan kehidupan itu, manusia kerap kali terjebak dalam khilaf dan alpa. Manusia memang tidak dapat memutar roda kehidupan ke belakang untuk menghapus kesalahan yang pernah dilakukan.  Namun demikian, kita tidak perlu berkecil hati karena Allah telah menyediakan perangkat untuk menghapus kesalahan yang sudah terlanjur terjadi. Satu di antara penghapus dosa itu adalah sedekah. Rasulullah Saw. menegaskan, “Dan sedekah itu menghapuskan dosa sebagaimana air memadamkan api.”

 

Beban perjuangan dalam hidup manusia bukanlah ringan. Untuk itu, kita memerlukan asupan energi untuk menghadapinya. Salah satu asupan enerji itu bersumber dari shalat malam. Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).” (Q.S. Al-Muzammil [73]: 5-7)

 

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa shalat malam begitu besar pengaruhnya bagi seorang mukmin dalam mempersiapkan bekal untuk menghadapi kehidupan yang panjang dan melelahkan. Dengan shalat malam yang benar dan ikhlas, seseorang akan menjadi sosok yang tangguh dalam perjuangan hidup. Tangisan-tangisannya di waktu malam akan menghasilkan senyum bagi orang lain. Rasulullah Saw. bersabda, “Shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (H.R. Shahih Muslim)

 

Setelah menjelaskan tiga pintu kebaikan, Rasulullah Saw. memetakan Islam, shalat, dan jihad. Islam disebut oleh Beliau sebagai kepala atau pokok segala urusan, shalat adalah tiangnya, dan puncaknya adalah jihad. Para ulama menjelaskan bahwa “urusan” yang dimaksud dalam kalimat itu adalah urusan agama. Ibarat kepala pada seorang manusia, bila kepala terlepas dari tubuh atau mengalami kerusakan, maka tiada lagi kehidupan pada tubuh itu. Kata “Islam” yang disebutkan dalam hadits itu diartikan oleh sebagian ulama sebagai “ketundukan” yakni ketundukan kepada Allah. Dengan pemaknaan itu, kita bisa memahami kalimat di atas dengan “Yang menjadi sumber hidupnya keberagamaan seseorang adalah ketundukan kepada Allah. Tanpa ketundukan kepada Allah, sesungguhnya seseorang tidak beragama secara benar.”

 

Ada lagi yang menafsirkan bahwa kata “Al-Islam” dalam hadits itu adalah mengikrarkan dua kalimat syahadat. Penafsiran itu didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, “Sesungguhnya kepala segala urusan adalah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”

 

Dua penafsiran itu tidaklah menimbulkan masalah karena keduanya dapat dikompromikan. Sebab, toh implementasi dari dua kalimat syahadat adalah ketundukan mutlak kepada Allah Swt.

 

Tiang agama adalah shalat. Sebuah bangunan tidak akan berdiri kokoh tanpa tiang yang kokoh pula. Bangunan Islam tidak akan dapat diwujudkan manakala tiang tidak dipancangkan. Bangunan Islam akan hancur manakala tiangnya dihancurkan. Karenanya, Rasulullah Saw. bersabda, Perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat. Siapa yang meninggalkannya sungguh dia telah kufur.” (H.R. Ahmad)

 

BACA JUGA: Berbuat Baik Pada Orangtua Yang Dzalim

 

Rasulullah Saw. menyebut jihad sebagai “dzirwatu sanamihi”. Dzirwatu sanamihi adalah puncak atau bagian tertinggi dari sesuatu. Jihad (sebagaimana dijelaskan para ulama) adalah upaya ikhlas untuk menegakkan agama Allah, apa pun bentuk upaya itu dengan syarat sesuai yang dicontohkan Rasulullah Saw.

 

Setelah menjelaskan hal-hal besar yang harus dilakukan manusia agar layak masuk surga dan dijauhkan dari neraka, kemudian Rasulullah menutup nasihatnya dengan sesuatu yang tampak sederhana, yakni menjaga lidah. Namun demikian, Rasulullah Saw. tidak menganggap urusan menjaga lidah sebagai sesuatu yang sederhana melainkan sebagai sesuatu yang serius dan menyebutnya dengan “malaaki dzaalika” yang artinya penguat serta yang menyebabkan seseorang mendapatkan kemuliaan yang sudah disebutkan dalam hadits tersebut sebelumnya. Beliau pun menegaskan,

“Siapa yang menjamin (memelihara) apa yang ada antara janggut dan kumis (yakni mulut dan lidah) dan apa yang ada di antara dua kakinya (yakni kemaluan) maka aku menjamin untuknya surga.” (H.R. Al-Bukhari)

 

Begitulah jawaban Rasulullah Saw. terhadap pertanyaan besar seorang sahabat yang begitu merindukan surga dan takut neraka. Segala yang dijelaskan Rasulullah Saw.  berada dalam jangkauan kemampuan kita untuk melaksanakannya. Mau? . Wallahu’alam. [ ]

5

*Penulis seorang pegiat dakwah dan penulis buku

 

Editor: iman

Ilustrasi foto: pixabay

 980

Bagi pembaca  punya hobi menulis dapat mengirimkan tulisannya ke email: [email protected] / [email protected].  Jadilah pejuang dakwah melalui tulisan-tulisan yang inspiratif,motivatif dan edukatif serta penyebar amal saleh. 

 

Follow juga akun sosial media percikan iman di:

Instagram : @percikanimanonline

Fanspages : Percikan Iman Online

Youtube : Percikan Iman Online