Bencana Dhuha

0
518

“Demi matahari dan dhuhanya.” (Q.S As-Syams [91]: 1 )

Dua kali Allah bersumpah dengan duha, yaitu di awal surat As-Syams dan surat Ad-Dhuha. Ketika sesuatu dipakai sebagai sumpah oleh Allah Swt., tentunya ada yang luar biasa di dalamnya. Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang makna dhuha. Mujahid menafsirkan bahwa dduha adalah cahaya matahari.

At-Thobary menjelaskan bahwa dhuha adalah waktu matahari sedang naik di ufuk timur sampai sempurna cahayanya. Qotadah mengatakan dhuha adalah siang hari seluruhnya. Sayid Qutub menafsirkan bahwa dhuha melambangkan harapan menuju yang baik. Jadi, dhuha dijadikan sumpah oleh Allah Swt. karena dinilai baik, titik.

Nanti dulu. Terkadang dhuha bisa ditafsirkan dalam konotasi tidak baik. Muqotil menafsirkan bahwa dhuha adalah panasnya matahari yang menyengat. Lalu, kitab tafsir Adlwa’ul Bayan menyitir surat Toha ayat ke-119 dimana nikmat surga adalah karena di sana tidak ada dahaga akibat panasnya matahari dhuha.

Dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya.” (Q.S. Thaahaa [20]: 119)

Kemudian, dalam surat Al-A’raaf ayat ke-98, dengan jelas Allah memperingatkan akan datangnya siksa bersamaan dengan dhuha.

“Atau apakah penduduk kota merasa aman terhadap datangnya siksaan duha dari Kami ketika mereka sedang bermain-main?” (Q.S. Al-A’raaf [7]: 98)

Pada 2004, bencana tsunami di Aceh yang menghancurkan kota-kota besar dan menelan korban seperempat juta jiwa terjadi di waktu dhuha. Maka, kita harus mewaspadai makna lain dhuha yang berkonotasi negatif ini.

Dhuha selalu berkaitan dengan matahari. Cahaya matahari memang telah bermanfaat memunculkan kehidupan di bumi. Tetapi, terkadang di daerah kronosfer (di permukaannya) terjadi ledakan massif yang melontarkan massa plasma matahari. Kecepatannya sampai 2000 km per detik berupa badai awan massif. Badai matahari ini disebut Coronal Mass Ejection (CME) dan mengganggu kinerja satelit dan perangkat komunikasi.

Ahli astrofisika Alexei Dmitriev mengatakan dalam majalah National Geographic bahwa saat ini seluruh tata-surya sedang bergerak mengarah ke energi awan antarbintang (interstellar energy cloud) yang merupakan wilayah turbulensi yang akan sangat mengganggu amosfir bumi dan matahari sendiri. Energi awan bintang ini juga akan diserap oleh bumi yang sebagai sistem akan mempengaruhi cuaca dan menimbulkan banyak gempa.

Bila hal ini dikombinasi dengan ramalan memuncaknya badai matahari di tahun 2012-2013 lalu, maka bisa disimpulkan bahwa bencana katastropik global berada di depan mata. Karena, jarak matahari ke bumi adalah 150 juta km, maka dalam tempo lima hari badai matahari akan segera mencapai bumi. Bila itu memang terjadi, manusia tidak bisa berbuat banyak. Namun, seorang mukmin nantinya masih akan bisa berkata shodaqollahul’adzim, Maha Benar Allah yang telah menjadikan dhuha beserta berbagai maknanya sebagai sumpah dalam Al-Qur’an. Wallahu a’lam. (Ir.H.Bambang Pranggono MBA)