Pakar Siber: Pemerintah Blokir Situs, Publik Harus Dapat Penjelasan

0
480

PERCIKANIMAN.ID – – Pakar keamanan cyber, Pratama Persadha menyambut baik upaya pemerintah dalam meminimalkan tersebarnya konten negatif. Namun, dia juga menekankan keterbukaan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemekominfo) dalam merilis prosedur dan alasan sebuah situs diblokir.

“Masyarakat harus tetap mendapatkan penjelasan yang proporsional dan jelas. Jangan sampai nanti malah terkesan represif. Apalagi untuk memblokir sebuah situs, terutama portal berita misalnya, perlu juga melibatkan dewan pers, kecuali bila situs yang diblokir memang tidak jelas kepemilikan dan keberadaannya,” terangnya seperti dikutip dari Republika.co.id. Kamis (5/1/2017)

Chairman lembaga riset keamanan cyber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini menambahkan cukup riskan bila blokir-blokir ini tidak disertai hak dari para pemiliknya untuk melakukan penjelasan. Ini berpotensi menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Pemerintah sebaiknya memberikan penjelasan bagaimana tahapan-tahapan dan alasan terperinci pemblokiran, sehingga bisa diterima masyarakat luas.

“Pemerintah harus menghindari terjadinya chaos di wilayah cyber tanah air. Menghindarkan masyarakat dari berita hoax sangat baik. Namun jangan sampai karena kurangnya sosialisasi menjadikan ini sebagai area perang baru dari orang-orang yang jago di dunia maya,” jelasnya.

Pratama menjelaskan, dirinya cukup khawatir bila pemerintah tidak cukup memberi ruang mediasi, akibatnya bisa muncul prasangka buruk yang bisa berakibat saling serang antar peretas, baik menyerang situs berita maupun akun media sosialnya. “Posisi kita juga cukup rawan karena di Indonesia belum ada Badan Cyber Nasional. Jadi bila ada saling retas di antara beberapa kelompok di tanah air, aparat kepolisian praktis akan sangat kesulitan. Karena itu sudah tepat bila Presiden Jokowi memerintahkan segera pembentukan Badan Cyber Nasional,” terangnya.

Beberapa kali pemblokiran oleh Kemenkominfo, ada beberapa situs yang secara isi tidak ada kaitan dengan tindakan teroris dan radikal, juga tidak menyebarkan ujaran kebencian. Hal inilah yang ditakutkan terjadi kembali, sehingga sudah sepatutnya pemerintah tetap bijak dan selektif dalam melakukan pemblokiran situs yang dianggap berbahaya.

Pratama juga menambahkan pentingnya menghapus berita hoax di mesin pencari seperti Google. Hal ini dilakukan banyak negara, salah satunya Jerman. Berita dan gambar yang dianggap menyesatkan masyarakat tidak hanya diblokir, namun juga dihilangkan dari mesin pencari di internet.

Sementara itu Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menegaskan sikapnya terkait pemblokiran 11 situs-situs Islam yang dianggap Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Bagi dia adanya pertentangan terkait pemblokiran ke-11 situs tersebut, harusnya tidak dilakukan sepihak.

Hidayat mengungkapkan, publik juga sangat prihatin dengan maraknya ujaran kebencian belakangan terakhir. Berita-berita fitnah, hoax, adu domba hingga penistaan agama, memang itu semua diberantas dan harus diproses hukum.

“Tapi juga bukan berarti dilakukan di luar proses hukum atau aturan yang berlaku. Karena kalau dilakukan sepihak tanpa tolak ukur, menjadi subyektifitas penguasa,” katanya.

Kominfo menurutnya harus melakukan konfirmasi atau menyampaikan bukti apakah benar tuduhan bahwa situs tersebut menyampaikan ujaran kebencian, SARA atau menyebarkan radikalisme dan terorisme.

Dan bila dalam proses pemblokiran, hal itu tidak dilakukan, menurutnya pengelola situs bisa menyampaikan protes terbuka. Apalagi bila yang dituduhkan, tersebut tidak sesuai dengan fakta adanya pesan ujaran kebencian, mengajak terorisme dan radikalisme.

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid yang mengatakan sangat aneh jika kepolisian saat ini melakukan pemblokiran situs-situs apapun seperti situs umat Islam. Karena, kata Sodik, tidak ada bedanya dengan pembredelan media umat Islam dan media lain pada awal-awal orde baru.

“Jadi ini sebuah kemunduran berdemokrasi,”

Sodik menjelaskan dasar dan ciri utama negara demokrasi. Yakni, kata Sodik, kebebasan berpendapat. Dengan kebebasan berpendapat maka terjadi mekanisme saling kontrol, transparanasi dan akutabilitas.

Sodik Mudjahid

“Yang dengan itu bangsa dan masyarakat menjadi maju,” ujarnya.

Sodik mengatakan demokrasi berkualitas dengan beradu argumen, data, fakta dan analisa. Bukan beradu kebencian dan permusuhan, kata Sodik, apalagi di negara Indonesia yang berbudaya Pancasila.

Sodik menjelaskan jika harus ada pengaturan media maka bukan dengan cara pembredelan tapi intensifikasi sosialisasi Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik dan regulasi lainnya. Selain itu, kembangkan dialog dan edukasi tanggungjawab terhadap bangsa dan negara dibalik kebebasan berpendapat.

“Inilah pola kerja negara dan aparat yang peduli pertumbuhan demokrasi,” ucapnya. [ ]

 

 

Red: admin

Editor: iman

Ilustrasi foto: istimewa