Mungkinkah Kita Menjadi Wali Allah?

0
480

Ustad yang saya hormati, apakah mungkin kita bisa menjadi wali Allah? Bagaimana dan apa syaratnya agak kita dapat menjadi wali Allah?

 

Setiap Muslim berpeluang sama untuk menjadi wali Allah asalkan bisa memenuhi persyaratan berikut,

1. Berdakwah

Dakwah artinya mentransformasikan ajaran Islam kepada umat dengan amar ma’ruf nahyi munkar.

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia karena kamu menyuruh berbuat yang ma‘ruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, tetapi kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” ( Q.S. Āli ‘Imrān [3]: 110)

“Orang-orang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian lain. Mereka me nyu ruh berbuat yang ma‘ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, melaksanakan sa lat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Se sung guh nya, Allah Mahaperkasa, Maha bijak sana.” ( Q.S. 16 At-Taubah [9]: 71)

Amar ma’ruf nahyi munkar adalah beriman dan berilmu, kemudian beramal dalam rangka mentransfor masikan ajaran Islam (berdakwah) dengan metode yang proporsional sesuai dengan konteks zaman yang terus berubah. Supaya dakwah itu efektif, mesti dilakukan dengan penuh cinta kasih dan ilmu, serta sikap yang bijak,

“Serulah manusia pada jalan Tuhan mu dengan hikmah dan pengajaran baik dan berdebatlah de ngan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya, Tuhanmu, Allah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Allah yang lebih menge tahui siapa yang mendapat petunjuk.” ( Q.S. An-Naĥl [16]: 125)

Seorang da’i (orang yang mengajak pada kebenaran) harus mampu melaksanakan apa yang disampaikannya pada orang lain, atau dengan kata lain harus senafas antara kata-kata dengan perbuatannya, supaya dakwah yang disampaikannya efektif. “Hai, orang-orang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Allah sangat murka jika kamu me nga takan apa yang tidak kamu kerja kan.” ( Q.S. Aś-Śaff [61]: 2-3)

2. Mendirikan Shalat

Mendirikan shalat adalah realisasi pengabdian kepada Allah Swt., yaitu tunduk dan patuh hanya pada Allah. “Hai, manusia! Sembahlah Tuhan mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa.” ( Q.S. Al-Baqarah [2]: 21). “Laksanakanlah salat sejak mata hari tergelincir sampai gelapnya malam dan laksanakan pula salat Subuh. Sung guh, salat Subuh itu disaksikan oleh malaikat. Pada sebagian malam, lakukanlah salat Tahajud sebagai suatu ibadah tam bahan bagimu.  Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” ( Q.S. Al-Isrā’ [17]: 78-79). “Katakan (Muhammad), ‘Sesungguhnya, salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.’” ( Q.S. Al-An‘ām [6]: 162).

Shalat merupakan media untuk menyucikan diri (penyucian lahir dan batin) dari dosa-dosa, merasakan kedamaian dan ketenteraman serta mendamaikan lingkungan sekitar. “Bacalah Al-Qur’an yang telah di wahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah salat. Sesungguhnya, salat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Ketahuilah, salat itu lebih besar keutamaannya daripada ibadah lain. Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” ( Q.S. Al-‘Ankabūt [29]: 45).

Abu Hurairah r.a. berkata, saya telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Bagaimanakah pendapat kamu kalau ada sebuah sungai di muka pintu salah seorang di antara kamu, dan ia mandi di sungai itu setiap hari lima kali. Apakah masih tertinggal kotorannya?” Jawab sahabat, “Tidak,” Rasulullah menambahkan, “Maka demikianlah shalat lima waktu. Allah menghapus dengannya dosa-dosa.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Mendirikan shalat lima waktu merupakan suatu kewajiban atau keniscayaan dari Allah, apabila melanggarnya berarti telah menyimpang dari fitrahnya. Konsekuensinya, orang yang meninggalkan shalat, berarti dalam posisi menzalimi diri sendiri sehingga ia dalam situasi kehidupan yang tidak damai, resah, takut, dan bermasalah. Lakukanlah shalat dengan konsisten sampai ajal tiba, akan dirasakan ketenteraman.

“Sesungguhnya, orang-orang ber iman, mengerjakan kebajikan, me laksanakan salat, dan menunaikan zakat mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” ( Q.S. Al-Baqarah [2]: 277).

Karena itu shalat akan menjadi mediator turunnya pertolongan Allah Swt. “Mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan salat. Salat itu berat, kecuali bagi orang-orang khusyuk, yaitu mereka yang yakin akan menemui Tuhannya dan akan kembali kepada-Nya.” ( Q.S. Al-Baqarah [2]: 45-46).

3. Mengeluarkan Zakat

Ayat-ayat Allah yang tersurat di dalam Al-Qur’an tentang wajibnya mengeluarkan zakat selalu bergandengan dengan ayat tentang mendirikan shalat. Shalat dan zakat merupakan ibadah vertikal dan horizontal. Shalat dimulai dengan takbir (vertikal) dan diakhiri dengan salam (sebagai kekuatan dalam implementasi habluminannas; mendamaikan dan menyejahterakan sesama manusia).

Mengeluarkan zakat pun merupakan suatu keniscayaan, sebagai media pengaktualisasian fi trah, yaitu kerinduan hidup dalam kebersamaan yang penuh kasih sayang, kesejahteraan, kedamaian, dan ketenteraman.

4. Taat pada Allah dan Rasul-Nya

Taat pada Allah dan Rasul-Nya adalah tunduk pada aturan Allah (Islam) yang dibawa oleh Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw. “Apabila diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan per kara di antara mereka, hanya orang-orang mukmin yang berkata, ‘Kami mendengar dan kami taat.’ Mere ka itu lah orang-orang beruntung.” ( Q.S. An-Nūr [24]: 51)

“Siapa pun yang menaati Allah dan Rasul (Muhammad), mereka akan bersama-sama dengan orang yang diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Itu adalah karunia Allah dan cukuplah Allah yang Maha Menge tahui.” ( Q.S. An-Nisā’ [4]:

Menjalankan aturan-aturan Allah dengan menjadikan Rasulullah sebagai tauladan adalah sebagai bukti pengabdian kepada Allah dan kecintaan kepada Rasul-Nya. “Allah menurunkan kepadamu Al-Qur’an yang mengandung kebenaran dan membenarkan kitab-kitab sebelum nya. Allah juga menurunkan Taurat dan Injil.” ( Q.S. Āli ‘Imrān [3]: 31).

Itulah langkah-langkah utama untuk menjadi wali Allah; berdakwah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, dan menaati Allah dan Rasulullah Saw. Apabila empat hal ini sudah terlaksana, sifat-sifat mulia lainnya seperti jiwa taubat, pemaaf, dermawan, tawakal,
akan ikut serta. Wallahu A’lam.
* Sampaikan pertanyaan Anda melalui alamat email [email protected] atau melalui Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam