Assalamu’alaykum. Pak Aam, maaf saya mau bertanya seputar mas kawin atau mahar. Adakah dalil yang menjelaskan tentang jenis dan jumlah minimal atau maksimal maskawin? Bolehkah suami memanfaatkan maskawin yang sudah diberikan kepada istrinya? Misalnya dijual untuk modal usaha atau berobat. Mohon penjelasannya. ( Amel via fb )
Wa’alaykumsalam ww. Bapak ibu dan sahabat-sahabat sekalian yang dirahmati Allah. Begini, menurut para ulama khususnya para ahli fiqih menegaskan bahwa maskawin merupakan salah satu syarat sahnya pernikahan.
Ketika dilangsungkan acara pernikahan atau ijab-qabul, maka calon suami diwajibkan menyerahkan maskawin (mahar) yang sudah disepakati sebelumnya. Setelah diserahkan maka maskawin tersebut kemudian menjadi hak milik istrinya.
Jadi sifatnya pemberian yakni suami memberikan kepada istri maka secara hukum atau syariat barang tersebut dalam hal ini maskawin itu menjadi milik istri. Hal ini seperti yang dijelaskan Allah Swt dalam Al Quran,
….وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.….” (Q.S. An-Nisā’ [4]: 4)
Merujuk pada ayat ini, maskawin menjadi milik istri sehingga suami tidak boleh menggunakannya tanpa seizin istrinya. Namun apabila istri merelakan maharnya digunakan oleh suaminya, hal ini tidaklah terlarang. Dalam Al Quran dijelaskan,
فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا……………
“.……..Kemudian, jika mereka menyerahkan sebagian dari maskawin itu kepadamu dengan senang hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati pula.” (Q.S. An-Nisā’ [4]: 4)
Jadi boleh saja suami menggunakan maskawin tersebut misalnya untuk modal usaha, berobat karena sakit dan sebagainya dengan catatan seizin dan kerelaan dari istri. Sekiranya istri tidak rela maka suami tidak boleh memaksakan kehendaknya menggunakan atau memanfaatkan maskawin tersebut.
Ini harus menjadi perhatian atau catatan khususnya bagi para suami. Jangan sampai mentang-mentang sudah menjadi suami istri kemudian menganggap maskawin tersebut menjadi milik bersama, sehingga suami bisa menggunakan semaunya tanpa izin dan kerelaan istri. Ini tidak boleh.
Kemudian pertanyaan Anda selanjutany, adakah batasan minimal atau maksimal maskawin yang harus diberikan kepada calon istri? Tidak ada keterangan yang menjelaskan batasannya maupun bentuknya, yang penting jenis atau jumlah maskawin tersebut disepakati dengan calon istri.
Hal ini seperti dikisahkan sahabat ‘Amir bin Rabi’ah meriwayatkan bahwa seorang perempuan Bani Fazarah dinikahkan dengan mahar sepasang sandal. Rasulullah Saw. bersabda,
“Apakah engkau relakan dirimu dan milikmu dengan sepasang sandal?” Jawabnya, “Ya” Lalu Nabi membolehkannya. (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi, dan ia mensahihkannya).
Keterangan ini menegaskan, walaupun maskawin itu hanya dengan sepasang sandal, kalau calon istri rela menerimanya, hukumnya sah.
Meski demikian bukan berarti seorang calon suami menyepelekan atau meremehkan maskawin. Jangan kemudian karena ada kisah sahabat memberikan maskawin sebuah sandal lantas menjadikan dalil atau sandaran dalam memberikan maskwin. Kalau Anda , ini khusus bagi para calon suami atau kaum laki-laki mampu memberikan yang terbaik maka berikan yang terbaik.
Kalau calon suami mampu memberikan maskawin emas maka berikan maskawin kepada istrinya emas bahkan usahakan yang terbaik. Jadikan maskawin menjadi kebanggaan istri.
Namun demikian seorang calon istri juga tidak boleh memberatkan maskawin ini kepada calon suaminya. Memang benar maskawin adalah hak istri dan kewajiban suami namun jangan sampai memberatkan calon suaminya bahkan dirasa tidak sanggup atau calon suami sampai bersusah payah memenuhinya atau calon suami batal karena tidak sanggup memenuhi maskawin atau mahar calon istrinya. Ini tidak boleh. Dalam sebuah hadits disebutkan,
إِنَّ أَعْظَمَ النَّكَـاحِ بَرَكَةً أَيَْسَرُهُ مُؤْنَةً.
“Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya.” ( HR.Ahmad)
Nah, berdasarkan dalil-dalil di atas bisa disimpulkan bahwa sesungguhnya kaum wanita (calon istri) berhak menentukan jenis dan jumlah maskawin yang akan diterimanya. Maskawin itu sifatnya negotiable atau bisa dinegosiasikan/dimusyawarahkan.
BACA JUGA: Maskawin Seperangkat Alat Shalat, Haruskah ?
Kemudian seorang suami diperbolehkan memanfaatkan maskawin yang telah diberikan kepada istrinya selama istrinya rela atau ridho dan seorang suami dilarang atau tidak boleh memanfaatkan atau menggunakan maskawin tanpa seizin istrinya. Demikian penjelasannya semoga bermanfaat.
Nah, terkait dengan pembahasan persiapan pernikahan dan permasalahannya berikut solusinya, Anda dan mojang bujang sekalian bisa baca buku saya yang berjudul “MENGAPA MENUNDA MENIKAH?“. Insya Allah ada pembahasan yang lebih detail berikut solusinya dengan dalil yang shahih. Wallahu a’lam bishawab.
5
Editor: iman
Ilustrasi foto: pixabay
890
Sampaikan pertanyaan Anda melalui alamat email: [email protected] atau melalui Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam/ .
Follow juga akun sosial media percikan iman di:
Instagram : @percikanimanonline
Fanspages : Percikan Iman Online
Youtube : Percikan Iman Online
Twitter: percikan_iman