Asslamu’alaykum. Pak Aam, saya mau bertanya, boleh tidak sebelum menikah kita memisahkan terlebih dahulu mana harta saya dan mana harta calon suami saya? Jadi harta itu dihitung dari mulai kita menikah saja. Apakah ini diperbolehkan? Mohon penjelasannya. (Tini via Email)
Wa’alaykumsalam ww. Bapak ibu dan sahabat-sahabat sekalian yang dirahmati Alla. Dalam kaidah usul fikih bahwa segala sesuatu boleh dikerjakan selama tidak ada dalil yang melarang,
“Al Ashlu Fil Mua’malati Al Ibahah Hatta Yadullu Ad Daliilu Ala Tahrimiha” artinya “Hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Ini merupakan salah satu kaidah fiikih muamalah atau urusan dunia.
Prinsipnya dalam urusan dunia itu boleh, kecuali ada dalil yang melarang. Jadi ini urusan duniawi, selama tidak ada dalil yang melarang itu diperbolehkan atau silakan dilakukan. Dalam haditsnya Rasul berpesan,
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
“Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.” (HR. Muslim)
Ini adalah termasuk urusan dunia . Jadi sebelum menikah Anda punya harta, itu di list dan datang ke notaris. Demikian juga dengan harta suami. Kemudian ada yang disebut sebagai perjanjian pranikah, bahwa disebutkan harta Anda dan harta calon suami itu dipisah, mana harta Anda mana harta calon suami saat Anda berdua belum menikah. Ini dibolehkan.
Nah, setelah menikah dihitung sebagai harta bersama. Alasannya karena mengantisipasi, seringkali dalam pernikahan itu terjadi perceraian. Ya bisa dibilang dalam perceraian itu masalah harta bisa menjadi sumber konflik. Sehingga dengan adanya perjanjian harta masing-masing sebelum pernikahan.
Sekiranya suatu saat ada perceraian, ini sebagai antisipasi saja maka sudah bisa jelas dipisahnya. Mana harta yang dimiliki sebelum menikah dan mana harta yang dimiliki setelah menikah. Dengan demikian pemisahan harta setelah bercerai itu mudah alurnya dan jelas posisinya.
BACA JUGA: Hukum Menikah Dengan Wanita Ahli Kitab, Adakah Syaratnya ?
Kalau Anda bertanya bolehkah hal itu dalam ajaran islam? Ya boleh boleh saja, kembali lagi padah kaidah fikih mualamah tadi bahwa selama tidak ada dalil yang melarang, tentu saja tidak masalah.
Adapun Anda mau melakukan itu atau tidak, itu pilihan. Ada yang mengatakan, bahwa ini terlalu hitung-hitungan sekali. Ya tentu tidak apa-apa. Silakan mungkin kata si A itu itungan tetapi kata si B itu sebuah antisipasi. Jadi prinsipnya Anda mau melakukannya boleh, kalau tidak juga tidak apa-apa. Demikian penjelasannya semoga bermanfaat.
Nah, sebagai informasi, bagi sahabat-sahabat, ikhwan akhwat dan mojang bujang sekalian khususnya yang hendak menikah atau merencanakan akan menikah, Anda dapat mengikuti acara pelatihan atau seminar pra nikah yang bertema “ INSYA ALLAH SAYA SIAP MENIKAH” tanggal 29 September 2018 ini. Kebetulan saya juga menjadi pembicaranya.
Selama sehari kita akan belajar tentang persiapan menikah, tips memilih pasangan, mengetahui hak dan kewajiban suami istri, cara menyelesaikan problematika rumah tangga dan berbagai hal lainnya.
Selain saya juga ada dari kalangan psikolog dan motivator serta pakar perencanaan keluarga sehingga materinya insya Allah akan lengkap. Semoga, nanti setelah mojang bujang mengikuti pelatihan ini dapat ilmu dan kemantapan dalam mengarungi rumah tangga serta menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan penuh rahmah. Wallahu A’lam bishsawab. [ ]
Editor: iman
Ilustrasi foto: pixabay
Sampaikan pertanyaan Anda melalui alamat email: [email protected] atau melalui Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam/ .
Follow juga akun sosial media percikan iman di:
Instagram : @percikanimanonline
Fanspages : Percikan Iman Online
Youtube : Percikan Iman Online
Twitter: percikan_iman