Assalamu’alaykum Pak Aam, saya ingin bertanya. Saya mempunyai dorongan seksual yang tinggi. Saya sudah berusaha untuk olah raga dan mengalihkan energi tersebut dengan hal-hal positif lainnya, bahkan saya juga sudah puasa sunnah. Namun dorongan itu tetap ada, maka kadang saya terpaksa melakukan onani jika sudah tidak kuat menahannya. Apa huhum onani atau masturbasi? Apakah benar masturbasi atau onani itu bisa mempersempit rejeki kita? Mohon penjelasannya. (F via email)
Wa’alaykumsalam ww. Bapak ibu dan sahabat-sahabat sekalian yang dirahmati Allah. Begini, manusia itu sudah diberi fitrah oleh Allah yaitu kebutuhan biologis. Kebutuhan biologis itu sama halnya seperti kebutuhan-kebutuhan makan atau minum.Beberapa psikolog menggolongkan kebutuhan biologis ini kedalam kebutuhan primer atau pokok.
Nah sebagai makhluk yang berakal dan bermoral tentu kebutuhan ini tidak bisa sembarangan dilakukan atau dipenuhi dengan lawan jenisnya. Untuk itu sebagai orang yang beriman diantara agar terpenuhi kebutuhan syahwat atau seksual atau biologisnya tersebut dilakukan dengan jalan menikah. Coba perhatikan sebuah hadits dari Abdullah bin Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah Saw bersabda.
“Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang telah mampu untuk menikah, hendaknya dia menikah karena dengan pernikahan tersebut bisa lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, barang siapa yang tidak mampu, maka hendakllah dia berpuasa kerena hal itu dapat meredam syahwat.”
Dalam hal ini yang dimaksud dengan mampu untuk menikah itu, mampu secara biologis, secara ekonomi, dan mampu secara psikologis. Jadi mentalnya sudah siap, ekonominya sudah siap, fisik sudah siap, calon pun sudah ada. Tapi ada orang yang tidak memiliki kesiapan disemua aspek tersebut sekaligus, misalnya ada yang memiliki kesiapan fisik, siap mental namun tidak ada calonnya. Ada yang memiliki kesiapan ekonomi, tapi calonnya pun belum ada. Maka kata Rasul, siapa yang belum bisa menikah karena ada salah satu yang belum siap, maka hendaklah ia shaum.
Nah, shaum itu punya beberapa pengertian. Pertama, menahan lapar dan dahaga. Kedua, shaum itu menahan kebutuhan biologis. Karena pengertian shaum itu adalah menahan diri. Dorongan seks setiap orang berbeda-beda, ada yang hiposeksual (tidak ada dorongan), ada yang hipersekseksual (kebalikan dari hiposeksual), ada yang ditengah-tengahnya.
Ada orang yang hanya dengan berpuasa Senin-Kamis maka dorongan seksnya mereda, karena dia cenderung medium dan hiposeksual. Tapi ada orang yang sudah shaum Senin-Kamis ataupun shaum Daud malah tetap menggebu-gebu syahwat seksualnya. Akhirnya ada orang yang untuk meredakan syahwat yang begitu menggebu, maka dia melakukan masturbasi (memberikan rangsangan seks sehingga mencapai klimaks).
Nah, Imam Hanafi, Imam Hambali, dan Imam Ahmad termasuk yang membolehkan, jadi mengambil kemadharatan terendah, daripada terjerumus zina, maka masturbasi dan onani itu merupakan cara untuk meredakan. Jadi tolong diingat, bukan menjadi pembiasaan tapi untuk meredakan. Ini yang saya baca dari bukunya Dr. Qardhawi dalam buku Al-halal Wal Haram Fil Islam, disitu ada subjudul Al-Istimna’ yang artinya masturbasi atau onani, jawaban beliau seperti diatas, dan saya setuju dengan pemikiran Dr. Qardhawi di buku tersebut.
Disitu disebutkan bahwa yang belum menikah atau yang sudah menikah tetapi pasangannya tidak bisa memberikan nafkah pada dirinya, daripada terjerumus dosa, maka diperbolehkan untuk istimna’ (onani atau masturbasi). Sedangkan yang mengharamkan istimna’ hanya Imam Syafi’i.
Jadi ada 3 Imam yang memperbolehkan dan satu yang mengharamkan. Kalau saya, secara realistis dari pemikiran para pakar ini, saya sepemikiran dengan yang membolehkan, karena tidak semua orang mampu mengendalilan dorongan syahwatnya diselesaikan dengan shaum Senin-Kamis. Namun dengan catatan ini bukan untuk pembiasaan atau mencari jalan pintas.
Bagi Anda yang bisa menyelesaikannya dengan shaum, ya alhamdulillah. Tapi bagi Anda yang sudah melaksanakan shaum tapi syahwatnya tetap menggebu-gebu, sehingga harus disalurkan, maka salurkanlah dengan cara halal yakni dengan cara menikah, tidak lewat perzinahan. Dan cara yang boleh diluar zina adalah dengan istimna’.
Tentu yang dimaksud “boleh” disini bukan berarti sebuah anjuran,namun lebih pada melihat kecilnya madlorot. Zina dalam arti melakukan hubungan diluar nikah adalah dosa besar dan mudlorotnya besar. Sementara istimna dibolehkan dengan pertimbangan mudlorotnya lebih kecil jika dibandingkan dengan zina.
Kemudian dibolehkannya istimna’ ini dimaksudkan bukan untuk mendapat kepuasan seksual secara mutlak melainkan sekedar menghindari zina yang mudlorotnya lebih besar. Tetap bahwa yang diperintahkan atau dianjurkan adalah dengan menikah untuk menyalurkan hasarat bilogis yang ideal dengan pasangan yang sah dan mendapatkan kepuasan seksual yang hakiki.
Ini adalah solusi bagi Anda yang belum mampu untuk menikah sementara dorongan syahwat besar dan sudah melakukan segala upaya (shaum,olah raga dll) untuk meredamnya maka tindakan istimna (masturbasi) dibolehkan untuk menghindari mudlorot yang lebih besar yakni zina. Dalam Alquran Allah sudah memperingatkan,
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk“. (QS.Al-Isrâ’: 32).
Jadi sekali lagi istimna’ ini jalan kedaruratan bagi Anda yang mengalami kesulitan menyalurkan hasrat biologis dan belum mampu untuk menikah, bukan cara atau untuk pembiasaan atau menjadi bolehnya tindakan onani secara umum. Kalau Anda mampu untuk menikah maka menikah adalah jalan terbaik dalam menyalurkan hasrat biologis Anda.
Dari pembahasan di atas, tinjauan nilai-nilai Islami dengan memerhatikan peringatan Allah tentang halal dan haram serta tinjauan dari aspek medis (lihat halal, haram, normal, dan abnormal), dapat ditarik kesimpulan bahwa masturbasi menurut para ulama merupakan sesuatu hal yang mubah.
BACA JUGA: Menyampaikan Informasi Seks Pada Anak Usia Sekolah, Ini Tipsnya
Meski demikian tetap bahwa jalan utama dan mulia menyalurkan hasrat biologis itu dengan cara menikah. Sebab menikah adalah sunnah Rasul dan orang-orang shalih. Ulama membolehkan (mubah) perbuatan masturbasi (onani) bukan berarti ini menjadi jalan keluar yang ideal bagi yang belum mampu menikah. Jalan utama atau pilihan yang tepat sesuai sunnah Rasul bagi yang mempunyai libido dan belum menikah adalah dengan berpuasa. Saran saya tetap kendalikan libido Anda dengan cara puasa/shaum sunnah, kemudian olah raga dan kegiatan lainnya yang dapat mengalihkan atau mengurangi dorongan biologis Anda.
Pertanyaan Anda berikutnya adalah, apakah benar masturbasi atau onani akan menutup pintu rejeki? Karena itu adalah hal yang darurat, tentu tidak ada kaitannya dengan pintu rejeki. Rejeki itu kaitannya dengan tawakal, ikhtiar yang sungguh-sungguh, dan tentu saja dengan kuasa Allah untuk membukakan pintu rejeki.
Ada keterangan yang mengatakan, “Allah membuka pintu rejeki pada yang Ia kehendaki.” Jadi ada orang yang memang oleh Allah dibukakan pintu rejekinya, ada juga yang dibukakan tapi tidak terlalu lebar. Ada juga yang diuji dengan kekurangan, anda bisa lihat di surat Al-Baqarah ayat 155,
“Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikan kabar gembira pada orang-orang yang sabar.”
Jadi dengan demikian, sedikitnya rejeki menurut hemat saya, tidak ada kaitannya dengan masturbasi.Itu dari sisi syariahnya. Namun jika ditinjau dari sisi medis tentu kebiasaan onani dalam waktu lama akan berdampak pada kondisi psikis dan fisik.
Secara psikis orang yang terbiasa masturbasi atau onani akan merasa bersalah, merasa dosa, rendah diri sehingga akan menghindari pergaulan sebab kalau sampai diketahui orang lain maka akan malu. Beberapa ahli psikologi juga menyebutkan khususnya orang dikawasan Asia atau Indonesia onani dikategorikan perbuatan aib yang tabu untuk diketahui. Sehingga pelaku akan merasa rendah diri dan menutup diri.
Kemudian dari sisi medisnya kurang sehat jika dilakukan terus menerus dalam jangka yang panjang atau lama. Selain membahayakan pada alat vital (kelamin) seperti luka,lecet, terjepit dan sebagainya juga kurang sensitif ketika nanti berhubungan intim yang sebenarnya dengan pasangannya (suami istri). Dengan alasan ini maka sebaiknya kegiatan onani tersebut hendaknya dihindari atau dijauhi. Demikian penjelasannya semoga bermanfaat.
Nah, terkait pembahasan masalah dan solusi hubungan suami istri lebih detail dan mendalam, termasuk masalah onani ini, Anda dan juga bapak ibu sekalian bisa membaca buku saya yang berjudul “CINTA & SEKS Keluarga Muslim” yang saya tulis bersama dr Untung. Selain bahasan atau tinjauan dari sisi medis juga ada pembahasan dari sisi syar’inya sehingga buku ini jauh dari kesan jorok. Insya Allah buku ini ilmiah juga syar’iyah yang sangat bermanfaat bagi suami dan juga istri. Wallahu’alam bishshawab. [ ]
5
Editor: iman
Ilustrasi foto: pixabay
980
Sampaikan pertanyaan Anda melalui alamat email: [email protected] atau melalui Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam/ .
Follow juga akun sosial media percikan iman di:
Instagram : @percikanimanonline
Fanspages : Percikan Iman Online
Youtube : Percikan Iman Online