Assalamu’alaykum. Ustadz saya mau minta pendapat. Suami saya sempat mengkhianati saya dan membuat saya kecewa. Sekarang saya lebih memedulikan diri saya dan anak-anak. Saya sudah tidak peduli dengan suami. Meski saya masih mentaati dia, tapi hati saya sebenarnya tidak peduli terhadapnya karena saya selalu teringat dengan kejadian yang membuat saya kecewa. Menurut ustadz, bagaimana tindakan saya itu dan sebaiknya apa yang saya perbuat. Terima kasih. ( R via email)
Wa’alaykumsalam Wr.Wb. Ibu, bapak dan sahabat-sahabat sekalian yang dirahmati Allah. Adalah hal yang sangat manusiawi atau sebuah kewajaran jika amanah atau kepercayaan yang kita berikatan kepada orang lain termasuk dalam hal ini suami atau istri dikhianati kemudian timbul perasaan kecawa atau bahkan sampai sakit hati.
Manusia mempunyai hati dan perasaan dan tentunya sangat bisa dimaklumi Anda seorang istri juga seorang wanita yang mempunyai perasaan demikian kepada suami Anda. Namun sebelum terlalu jauh terbawa perasaan atau emosi ada baiknya Anda simak surah Al-A‘rāf [7] ayat ke-199. Di situ Allah Swt mengingatkan,
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang untuk mengerjakan yang baik serta jangan pedulikan orang-orang bodoh.”
Coba kita perhatikan, dalam ayat tersebut tercantum dengan jelas “jadilah pemaaf”. Ingat, memaafkan dengan melupakan adalah dua perkerjaan yang berbeda.
Memberi maaf adalah pekerjaan hati, sedangkan melupakan adalah pekerjaan pikiran atau memori. Bila Anda masih terngiang kejadian-kejadian yang membuat sakit, itu adalah ranah memori. Tentu hal itu sangat wajar dan manusiawi. Yang terpenting adalah hati Anda telah memaafkan.
Setelah memaafkan, dalam ayat tersebut tertulis ‘suruhlah orang untuk mengerjakan yang baik’. Sehingga, alangkah baiknya bila hati kita sudah memaafkan seseorang lantas kita ajak orang tersebut untuk berbuat baik dan meninggalkan maksiatnya atau hal-hal buruk lainnya.
Nah, yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana kita sudah mengajak orang lain untuk berbuat baik? Atau dalam kasus yang ini, mungkin Anda sudah memaafkan perilaku suami, tapi apakah Anda sudah mengajaknya bertobat dan kembali ke jalan lurus atau belum?
Yang tidak baik adalah kita langsung meloncat ke poin ketiga, yaitu tidak peduli kepada orang yang berbuat buruk tersebut. Sebab ada urutan-urutan kebaikan yang harus kita lalui. Kita tidak bisa tidak peduli dengan kesalahan orang lain, tanpa terlebih dahulu memaafkan mereka.
Tetapi, bila kita sudah memaafkan dan mengajak mereka kepada kebaikan namun mereka masih saja melakukan kesalahan yang sama, maka ayat ke-199 surah Al-A‘rāf [7] menyatakan, ‘jangan pedulikan orang-orang bodoh’.
Bodoh dalam konsep Al-Qur’an bukanlah orang dengan IQ yang rendah, tapi orang-orang yang tidak mau berubah dari kesesatan setelah ditunjukan jalan yang lurus. Menuju tahap tidak memedulikan tentu tidak bisa semena-mena.
Kesungguhan Anda dalam mengajak suami pada kebaikan tengah diuji dalam kasus ini. Bila Anda baru satu atau dua kali mengingatkan suami, tentu belum bisa digolongkan ke dalam mengajak orang lain berbuat baik. Perlu dilakukan usaha dan kesabaran dalam mengajak orang lain dalam hal ini adalah suami Anda untuk kembali ke jalan yang lurus.
Namun, saya juga mengerti bahwa dalam perjalanan itu tidak mudah. Bila memang suami Anda sudah keras kepala dan tidak mau berubah seraya terus mengulangi perbuatannya, barulah Anda boleh tidak peduli. Tetapi perlu diingat, tidak peduli bukan berarti melalaikan kewajiban-kewajiban selaku pasangan.
BACA JUGA: Cara Menghadapi Istri Yang Zalim Terhadap Suami
Jangan sampai, karena ketidakpedulian kepada suami malah menjerumuskan Anda ke dalam dosa. Bagaimana pun, tetap saja dalam menjalani rumah tangga, hati kita harus dihadirkan. Karena, bila kita menjalani aktivitas tanpa menghadirkan hati, bukannya merasa senang apalagi bahagia, yang ada hanya lelah. Karenanya, sebisa mungkin Anda harus bisa menghadirkan kembali hati dalam menjalani aktivitas berumah tangga.
Teruslah berusaha mengingatkan suami ke jalan yang baik, jangan sampai ketidakpedulian Anda malah membawa rumah tangga ke ambang perpisahan. Ibarat mendayung perahu di tengah lautan ketika perahu tersebut bocor maka Anda harus menambalnya agar air tidak semakin masuk ke perabu.
Sebab jika Anda tidak peduli bahkan sekedar mengingatkan sang nahkoda bahwa ada dinding perahu yang bocor maka kemungkinan besar Anda juga akan terbawa karam perahu tersebut. Demikianlah gambarannya.
Jadikan apa yang dilakukan suami atau dalam bahasa Anda, suami telah mengkhianati Anda menjadi ladang ibadah buat Anda. Kesabaran dan keteguhan Anda insya Allah akan dapat balasan yang mulia dari sisi Allah. Anda juga mempunyai kesempatan menjadi istri yang mulia dengan tidak membalas keburukan suami dengan keburukan. Berdoa lah kepada Allah agar diberikan jalan yang terbaik. Demikian penjelasannya semoga bermanfaat.
Nah, terkait dengan pembahasan dan tips membentuk serta membangun keluarga yang sakinah dan harmonis, Anda dan sahabat-sahabat sekalian bisa membaca buku saya yang berjudul, “INSYA ALLAH SAKINAH“. Dalam buku ini ada beberapa tips serta contoh kasus rumah tangga berikut solusinya dikemas dengan pembahasan sesuai tutunan Islam. Wallahu’alam bishawab. [ ]
5
Editor: iman
Ilustrasi foto: pixabay
920
Sampaikan pertanyaan Anda melalui alamat email: [email protected] atau melalui Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam/