Assalamu’alaykum Pak Aam, saya sudah tahu kalau tahlilan tidak ada contohnya dari Nabi Saw. Tapi saya ikut juga karena terpaksa dan sekedar ingin menghormati tetangga saja. Apakah saya berdosa? Bagaimana menjelaskannya agar dia tidak tersinggung. Mohon nasihatnya. (Linda via email)
Wa’alaykumsalam Wr.Wb. Ibu Linda dan sahabat-sahabat yang dirahmati Allah. Sebenarnya masalah tahlilan ini sudah sering kita bahas baik on air atau pun off air, namun untuk mengingatkan kembali tidak ada salahnya saya bahas lagi secara singkat.
Begini, secara pribadi saya sangat menghormati saudara-saudara kita yang melakukan tahlilan. Tetapi berdasarkan ilmu, yang insya Allah validitasnya bisa dipertanggungjawabkan, dalam sejarah kehidupan Rasulullah Saw., tidak pernah diceritakan bahwa Rasul melakukan tahlilan ketika orang-orang yang dicintainya meninggal.
Padahal sebagaimana kita ketahui Rasulullah Saw. sangat mencintai istrinya, Khadijah r.a., tetapi beliau tidak melakukan tahlilan. Rasul mencintai pamannya, Hamzah r.a. yang syahid pada Perang Uhud, namun beliau pun tidak melakukan tahlilan untuknya. Begitu pun dengan para sahabat-sahabat terbaiknya yang gugur di medan pertempuran. Tidak ada satu pun riwayat shahih yang menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. melakukan tahlilan untuk orang-orang yang meninggal termasuk kepada istrinya,keluarganya dan sahabat-sahabatnya.
Para sahabat pun, ketika Rasulullah Saw. wafat, juga tidak melakukan tahlilan untuk Nabi Saw. Riwayat-riwayat di atas menegaskan bahwa kegiatan tahlilan tidak dicontohkan Rasul Saw., keluarganya bahkan para sahabatnya.
Nah, terkait dengan amal ibadah hendaknya kita merujuk pada sabda Rasulullah Saw., “Barangsiapa yang mengamalkan suatu amal (ibadah) yang tidak pernah kami lakukan, maka amalannya itu ditolak.” (H.R. Muslim).
Rasulullah Saw. adalah teladan bagi umat Islam di seluruh dunia. Sebagaimana yang difirmankan Allah Swt.
“Sungguh, pada diri Rasulullah itu ada suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharapkan rahmat Allah dan yakin akan kedatangan hari Kiamat serta banyak mengingat Allah.” (Q.S. Al-Aĥzāb [33]: 21).
Kemudian dalam ayat lain juga ditegaskan “Katakan (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, pasti Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Q.S. Āli ‘Imrān [3]: 31)
Yang dimaksud “kamu“ dalam ayat tersebut adalah kita selaku ummatnya atau kaum muslimin. Sedang kata “aku” disitu yang maksud adalah Rasulullah Saw.
Jadi, meneladani Rasulullah Saw. adalah indikator keteguhan hati dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengan kata lain, kalau ingin dicintai Allah, kita harus berpegang teguh pada aturan-aturan Allah sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah Saw. sebagai utusan-Nya.
Sementara apabila terjadi perselisihan dalam urusan mengamalkan perintah Allah Swt., kembalikanlah pada Allah dan Rasul-Nya.
“Hai, orang-orang beriman! Taati Allah, taati Rasul, dan Ūlil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Apabila kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Hal itu lebih utama dan lebih baik akibatnya bagimu.” (Q.S. An-Nisā’ [4]: 59).
Nah, bagi Anda yang mengikuti acara atau kegiatan tahlilan karena terpaksa atau sekedar ingin menjaga hubungan baik, sedangkan ia tahu bahwa hal itu tidak dicontohkan Nabi Saw, maka berlaku hadits berikut,
Al Quran Al Muasir Diskon Spesial,klik disini
Abu Said al-Khudriy r.a., berkata, saya telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya (kekuasaannya). Apabila tidak mampu, ubahlah dengan lisan (opini). Apabila tidak mampu juga, ubahlah dengan hatinya, dan ini adalah selemah-lemah iman.” (H.R. Muslim).
Menurut hemat saya, Anda tetap harus menyampaikan bahwa itu adalah amalan yang tidak dicontohkan oleh Rasul. Tentu dalam menyampaikan Anda harus berlaku sopan, santun, lemah lembut atau dengan ma’ruf dan nasihat atau berkataan yang baik (hasanah) sebagaimana yang diperintah Allah,
“Serulah manusia pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran baik dan berdebatlah de-ngan mereka dengan cara yang baik….. (QS.An Nahl: 125)
Jelaskan dengan santun, penuh hormat dan hikmah, gunakan bahasa lembut dan sikap yang bijak dan tidak terkesan menggurui atau merasa lebih pintar darinya. Hormati dulu pemahamannya, siapa tahu memang baru segitu pemahaman agamanya.
Jika sudah mantap dengan pemahaman Anda sendiri, Anda bisa menolak undangannya dengan alasan yang santun, dengan tetap menjaga hubungan baik sebagai teman atau tetangga. Demikian penjelasan saya semoga bermanfaat. Wallahu’alam bishshawab. [ ]
5
Editor: iman
Ilustrasi foto: pixabay
965
Sampaikan pertanyaan Anda melalui alamat email: [email protected]
atau melalui Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam/