PERCIKANIMAN.ID – – “Rumahku, surgaku,” ujar Rasulullah singkat saat salah seorang sahabat bertanya mengenai rumah tangga beliau. Sebuah ungkapan yang tidak terhingga nilainya dan tidak dapat diukur dengan parameter apa pun. Sebuah idealisme yang menjadi impian semua keluarga meski mewujudkannya tidaklah mudah. Mewujudkannya dibutuhkan proses, kesabaran, perjuangan, bahkan ilmu.
Problematika rumah tangga yang semakin kompleks saat ini membuat banyak pasangan gamang. Pada hakikatnya, adanya masalah dalam rumah tangga itu wajar karena begitulah hidup. Bukan hidup namanya jika tanpa masalah. Justru, masalahlah yang membuat manusia bisa merasakan kesejatian hidup serta menjadikan hidup lebih berwarna dan tidak polos seperti kertas putih yang membosankan. Yang perlu diingat adalah jangan sampai masalah-masalah tersebut mengendalikan hidup kita sehingga kita kehilangan hakikat (hidup).
Beberapa tahun belakangan ini, tren perceraian terus meningkat dengan berbagai alasannya. Meski demikian, para lajang kerap diberi begitu banyak nasihat pernikahan. Isinya, kebanyakan bersifat provokatif agar segera menikah. Namun sayang, kebanyakan nasihat tersebut hanya menceritakan pernikahan (kehidupan berumah tangga) dari satu sisi, yaitu sisi yang indah dan menyenangkan saja. sementara sisi “gelap” pernikahan jarang sekali disinggung.
Ya, pernikahan tidak hanya berisi keindahan. Ada banyak pekerjaan dan tugas berat yang menanti pasangan yang baru menikah. Permasalahan tersebut bukan sekedar membersihkan rumah dari sampah-sampah pesta pernikahan atau mengatur ulang letak perabotan rumah di satu ruangan tertentu setelah ruangan tersebut dipakai akad nikah. Lebih penting dari itu semua adalah menyadari sepenuhnya hakikat dan makna pernikahan yang baru saja dimasuki. Bahwa, pernikahan bukan rumah kos atau hotel yang penghuninya datang dan pergi tanpa jelas kapan kembali. Pernikahan merupakan tempat dua jiwa yang menyelaraskan warna-warni dalam diri dua insan untuk menciptakan warna yang satu, yaitu warna keluarga.
Di tengah masyarakat yang saat ini kurang menghargai makna suci pernikahan, semoga kita tetap memiliki sudut pandang terbaik tentangnya. Betapa banyak orang yang menikah secara lahir, tapi tidak secara batin dan pikirannya. Tidak sedikit yang terjebak mempersiapkan pernikahan sebatas cerita roman dan aktivitas fisik. Banyak remaja kita (yang belum menikah) mempersepsikan pernikahan dengan kesenangan dan kenikmatan.
Sesungguhnya, pernikahan harus dijalani dengan tanggung jawab dan pengorbanan. Memang, dengan menikah, kita memperoleh pendamping hidup, pelengkap sayap kita yang semula hanya sebelah, serta tempat untuk berbagi dan mencurahkan seluruh jiwa. Tetapi, jangan lupa bahwa siapa pun pasangan hidup kita, dia adalah manusia biasa yang alur dan warna hidup sebelumnya berbeda dengan kita. Seberapa jauh pun kita merasa mengenalnya, tetap saja akan banyak “kejutan” yang tak pernah kita duga sebelumnya yang bisa jadi berpotensi memunculkan masalah dalam rumah tangga.
Quran Al Muasir Murah, Beli 5 Gratis 1 klik disini
Masalah demi masalah yang dilalui dalam perjalanan sejak hari pertama menikah adalah pelajaran berharga. Kita hendaknya terus belajar tentang mengenak pasangan, menjalankan kewajiban suami-istri, atau menyelesaikan masalah yang biasa dihadapi dalam keluarga. Ya, bukan tidak mungkin kita akan dihadapkan pada istri yang gemar buka rahasia atau suami yang berkemampuan seksual tidak biasa. Dan, masih banyak lagi masalah keluarga yang seringkali sulit ditemukan jalan penyelesaiannya. Jadi, memang tepat jika rumah tangga itu diibaratkan perahu, sebab tidak henti-hentinya kita menghadapi bagai di tengah samudra luas kehidupan.
Badai rumah tangga tidak hanya menimpa manusia biasa seperti kita, tetapi pernah menimpa pula para kekasih Allah, misalnya Rasulullah Saw. beliau pun tidak lepas dari duri-duri dalam berumah tangga. Rasulullah Saw. pernah marah kepada istri beliau, “Aisyah dan Hafshah, sampai beliau memberikan takhyir (pilihan) kepada keduanya dan kepada istri-istri beliau yang lain, apakah tetap bersama beliau ataukah memilih dunia. Kemudian, seluruh istri beliau lebih memilih bersama beliau. (Lihat secara detail kisahnya dalam riwayat Bukhari No. 4913, 5191, dan Muslim No. 1479)
BACA JUGA: Tips Praktis Jaga Keharmonisan Rumah Tangga
Cerita tentang badai rumah tangga pun menimpa sahabat sekaligus menantu Rasulullah Saw., Ali bin Abi Thalib bersama putri beliau, Fathimah. Dalam salah satu hadits diceritakan, suatu hari, Ali marah kepada Fathimah, lalu dia keluar dari rumah menuju masjid dan berbaring di dalamnya. Bertepatan dengan kejadian tersebut, Rasulullah Saw. datang ke rumah putrinya, Fathimah, namun beliau tidak mendapatkan Ali di rumah. “Ke mana suamimu?” tanya beliau. “Telah terjadi sesuatu antara aku dan dia, dan dia marah padaku lalu keluar dari rumah. Dia tidak tidur siang di sisiku,” jawab Fathimah. Rasulullah Saw. lalu mengutus seseorang, dan berkata, “Lihatlah di mana Ali.” Orang yang disuruh tersebut datang dan mengabarkan, “Wahai Rasulullah, dia ada di masjid sedang tidur.” Rasulullah mendatanginya, yang ketika itu Ali sedang berbaring. Kemudian Rasulullah mendekatinya, seraya berkata, “Duduklah wahai Abu Turab (Ali bin Abi Thalib). Duduklah wahai Abu Turab” (HR. Bukhari No. 3703 dan Muslim No. 2409).
Namun demikian, uraian tersebut tidak seharusnya membuat nyali kita ciut, apalagi sampai mengurungkan niat menikah. Karena, akan selalu ada hikmah dalam setiap masalah dan Allah Swt. akan senantiasa bersama orang-orang yang selalu berpegang teguh pada hukum-Nya dalam menyelesaikan berbagai masalah. Dan, Dia tidak akan segan menolong hamba-Nya yang benar-benar bertakwa. Jadi, mengapa nikah mesti ditunda? [ ]
*Dikutip dari buku Mengapa Menunda Nikah? karya Dr. Aam Amiruddin, M.Si. dan Ayat Priyatna Muhlis.
5
Red: riska
Editor: iman
Ilustrasi foto: pixabay
980