Pendidikan Seks, Terapkan Sejak Dini Agar Paham dan Terjaga

0
407

PERCIKANIMAN.ID – – Sudah menjadi fitrahnya, setiap anak akan mengalami masa pubertas seiring bertambahnya usia mereka. Sehingga sudah seharusnya pula, mereka mendapat pendidikan seksualitas sejak dini. Sayangnya, mayoritas masyarakat Indonesia masih menganggap dan menilai bahwa masalah seks dan kesehatan reproduksi adalah sesuatu yang “tabu” untuk dibahas, apalagi  untuk dibicarakan dengan anak-anaknya. Padahal, bila mengacu pada proses atau tahapan pendidikan anak, membicarakan seksualitas merupakan salah satu tanggung jawab orangtua, Dengan pendidikan yang tepat, kelak anak-anak mempunyai pemahaman yang baik tentang dirinya dan apa yang ada pada dirinya termasuk fungsinya.

Berdasarkan teori para ahli, peletakan dasar landasan pendidikan seks yang efektif dan paling mudah adalah saat prasekolah. Pada usia ini, perkembangan otak anak sangat pesat mencapai 80 persen sehingga dinamakan “masa emas”. Hasil pendidikan yang ditanamkan (selama sesuai dengan  perkembangannya) akan lebih merasuk pada jiwa dan terekam kuat pada ingatan anak. Begitu juga dengan pendidikan seks dan kesehatan reproduksi sejak dini. Penyampaian yang wajar, jujur, dan sederhana, serta menggunakan bahasa yang mereka pahami, akan membentuk konsep diri anak yang positif. Anak juga bisa melindungi kesehatan diri serta menjaga diri dari ancaman kekerasan seksual di kemudian hari.

Hal ini juga diakui psikolog anak dan remaja, Alva Handayani. Menurutnya, anak yang mengalami masa puber adalah sesuatu yang wajar dan tidak perlu dikhawatirkan para orangtua. Walaupun pubertas di usia yang lebih dini sering kali membuat orangtua bingung, namun yang perlu dilakukan orangtua adalah memberi pemahaman dan penjelasan yang tepat sesuai dengan tingkat logikanya. Ia (anak) tengah mengalami suatu kejadian yang luar biasa sehingga pengetahuan tentang apa yang tengah terjadi dengan dirinya sangat penting. Jika anak tidak mendapatkan penjelasan dari orang yang dipercaya (orangtua), maka sangat dimungkinkan ia mencari tahu dengan yang lain baik bertanya pada temannya atau mencari tahu lewat media lain (buku,internet) yang bisa berbahaya.

Menurut Alva, setidaknya ada dua faktor mengapa edukasi seks sangat penting bagi anak-anak atau remaja. Pertama, anak-anak yang mulai tumbuh menjadi remaja belum paham dengan seksualitas, sebab orang tua masih menganggap pembicaraan soal ini adalah hal yang tabu. Sehingga dari ketidakpahaman, tersebut para remaja merasa tidak bertanggungjawab dengan seks atau kesehatan anatomi reproduksinya.

Faktor kedua, dari ketidakpahaman remaja tentang seks dan kesehatan anatomi reproduksi mereka, di lingkungan sosial masyarakat, banyak yang menawarkan hanya sebatas komoditi, seperti media-media yang menyajikan hal-hal yang bersifat pornografi, antara lain DVD, majalah, internet, bahkan tayangan televisi pun saat ini sudah mengarah kepada hal yang seperti itu. Dampak dari ketidakpahaman remaja tentang sex education ini, banyak hal-hal negatif terjadi, seperti tingginya hubungan seks di luar nikah, kehamilan yang tidak diinginkan, penularan virus HIV/AIDS dan sebagainya.

Menurut Alva, pengetahuan tentang organ reproduksi akan membuat anak atau remaja menjadi lebih menghargai baik dirinya sendiri maupun orang lain khususnya teman sebayanya.

“Dengan belajar tentang sex education, khususnya sejak awal diharapkan anak-anak atau remaja dapat memperoleh pengetahuan yang lengkap tentang organ reproduksinya. Dengan kemampuan untuk menjaga organ-organ reproduksi pada tubuh mereka dan orang lain tidak boleh menyentuh organ reproduksinya khususnya bagi remaja putri, mereka akan melindungi diri sendiri,”ujar penulis buku Anak Anda Bertanya Seks? ini kepada percikaniman.id beberapa waktu lalu.

Mungkin yang sulit bagi orangtua, kata Alva, adalah saat untuk memulai pembicaraan atau memberi penjelasannya. Untuk itu orangtua harus mencari momen yang tepat sesuai dengan situasi atau mood anak.

”Saat yang tepat adalah saat anak bertanya berarti ia mengingingkan pengetahuan. Selain itu saat menonton televisi ada iklan tentang pembalut misalnya, maka momen itu bisa dimanfaatkan untuk menjelaskan fungsi pembalut tersebut,”ungkap Direktur Pengembangan Program di Lembaga Openmind ini.

Alva menambahkan, sebelum melakukan pendekatan kepada anak, maka orangtua harus menyiapkan diri, mencari ilmu dan referensi yang memadai agar tidak tidak salah memberi penjelasan. Sebelum mengajarkan pentingnya nilai-nilai tersebut pada anak,maka  pastikan orangtua mencerminkan nilai-nilai tersebut dalam perilakunya sehari-hari. Sebelumnya orangtua harus menjadi teladan yang baik dalam proses pendidikan tersebut. Hal awal yang perlu untuk dilakukan orangtua adalah mengajarkan kasih sayang,saling menghormati antar anggota keluarga dan menjaga hubungan yang harmonis.

Dalam proses pendidikan ini menurut Alva, orangtua juga harus menyesuaikan dengan perkembangan anak dan dilakukan setahap demi setahap. Pahami juga sudah sejauh mana perkembangan anak baik fisik maupun sisi psikologisnya,siapa temannya dan sebagainya. Untuk bisa memasuki dunia anak maka orangtua harus mengetahui dunia anak itu sendiri.Selain itu orangtua perlu membuat kesepatan bersama tentang aturan apa yang sementara boleh atau tidak boleh ditanyakan.Selain itu bisa juga orangtua membuat tugas misalnya untuk menjelaskan pertanyaan tentang A,sang ayah yang menjawab begitu juga dengan pertanyaan lainnya. Pembagian tugas ini akan membuat lebih mudah dalam proses pembelajaran selanjutnya.

Masa puber, jelas Alva, layaknya gerbang yang menyambut anak-anak menuju tahap kehidupan yang lebih tinggi, yaitu masa remaja. Dengan problematika yang lebih kompleks, ada banyak hal yang perlu dipersiapkan orang tua dan tenaga pendidik bagi anak-anak yang menjelang puber. Yang paling perlu diperhatikan saat puber adalah perkembangan organ reproduksi yang semakin matang. Artinya, mulai muncul dorongan yang cukup besar untuk melakukan hubungan seks. Padahal remaja sebenarnya belum siap secara mental dan fisik.

“Salah satu hal yang paling penting bagi anak-anak untuk menghadapi pubertas adalah pendidikan seksologi. Beberapa penelitian menemukan bahwa remaja cenderung mau melakukan hubungan seks berisiko karena tak tahu apa konsekuensinya. Secara psikologis memang demikian karena adanya dorongan atau hasrat seksualnya yang mulai muncul. Jika ia tidak mendapat pemahaman dan penjelasannya maka bisa terjerumus,”jelas Alva.

 

HALAMAN SELANJUTNYA…>>