Demikian pula cinta kepada Allah Swt dan Rasul-Nya. Sudah barang tentu, Allah Maha Menyayangi dan Mengasihi kepada setiap mahkluk-Nya. Sedangkan sebagai manusia yang beriman, rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya terekspresikan dalam bentuk ketaatan, penghormatan, dan pengagungan kepada-Nya.
Tidak salah kita mencinta harta, wanita, kedudukan, kekayaan, orang tua, dan anak. Yang salah adalah cinta kita terhadap mereka sampai melupakan sang Khalik.
“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya, tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.’ Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (Q.S. At-Taubah [9]: 24)
Orang yang cinta kepada Allah menjadi tidak sabar dan resah bila tidak memenuhi kehendak-Nya. Tidak bisa tenang bersama yang lain kecuali bersama Allah, tidak menyebut-nyebut yang lain kecuali menyebut-nyebut dan mengingatingat-Nya.
“Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang Terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau berbaring dan mereka memikirkan penciptaan langit serta bumi sambil berkata, ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.’” (Q.S. Āli ‘Imrān [3]: 190-191)
Ketika seseorang dipenuhi rasa cinta kepada Allah, dengan penuh kesadaran ia akan menerima ketentuan Allah, baik suka ataupun duka.